Sholat dan Pedang


 Oleh Alwahono

Suatu ketika waktu senja telah memerahkan ufuk dengan mega-mega. Lantunan merdu muazzin dengan langgam lagu Bayati Mu'ammar ZA telah selesai dikumendangkan.  Alahu akbar-Allahu akbar… laa illaha illallah....

Saya berlari-lari kecil memasuki perkarangan masjid dan menuju ke tempat wudhu. Muka, tangan, kepala, kaki saya usap dengan air bersih. Dinginnya karunia Allah itu menyentuh sampai ke dasar qalbu.

"Berhenti!" Berteriak seseorang yang berbadan besar dan didampingi oleh seorang teman dengan badan sama tegapnya. Saya terkejut. Terperanjat. Mata respek menoleh ke arah suara yang bergetar.

Tinggi kepala saya hanya sebatas dada keduanya.  Sambil menghunus pedang mereka meletakkan lempengan besi tajam terhunus menyilang ke leher saya. “Ya Allah…” dalam hatiku. Ini adalah hari terakhir dari napas saya.

Terkena sentuhan mata pedang mengkilap, leher terasa dingin dan darah memulai terasa mengalir dari batang leherku. Aku hanya bisa diam dengan mata terpejam. Di dalam hatiku hanya bisa berdoa. Memohon ampun atas segala dosa-dosaku dan memohon keridhoan Allah atas apa yang telah aku lakukan selama ini.

Air mataku pun tumpah. Pipi basah oleh zikir yang terus mengalir. Maut terasa sudah sangat dekat. Setipis rambut dibelah tujuh. Shirotal mustaqim sudah di hadapan...

"Selamat tinggal dunia... Selamat tinggal anak dan istriku tercinta… Selamat tinggal semua keluarga dan sahabat-sahabat karibku."

Tidak ada lagi harapan yang ada di hati. Sudah tidak mungkin bagiku melawan mereka. Pedang mengkilap itu dengan sekali geser sudah menggunting leherku. Badanku yang kecil tak guna meronta melawan mereka. Aku tidak berdaya...

Dalam keadaan pasrah yang tidak terkira tiba-tiba aku mendengar suara. ”Buka matamu!" Suara  itu terdengar jelas di telinga.

Aku membuka mataku. Pedang dilepaskan dari leherku dan kedua orang bertubuh besar tersebut menyambutku dengan senyum. “Coba kamu lihat ke kiri dan kananmu.”

Saat mataku menoleh ke sekitar, aku melihat banyak orang yang datang ke masjid, namun sebagian besar adalah tergesa-gesa dalam wudhu dan mengerjakan sholatnya.  Mereka beribadah seakan ayam sedang mematuki biji-biji jagung.

Kemudian orang yang berbadan tinggi dan besar tadi berkata. “Orang-orang itu sholat, sesungguhnya mereka tidak sedang sholat. Fisiknya sholat, tapi hati dan jiwanya tidak turut sholat.”

Teman di sampingnya menimpali. “Itu salah satu makna dari orang yang sholat tetapi lalai dalam sholatnya. Fawailul lil mushollin. Alladziina hum 'an sholatihim sahuun. Maka celakalah orang-orang yang sholat, yaitu orang yang lalai dari sholatnya!”

“Kamu mau tahu bagaimana sholat yang khusyu’? Bertanya keduanya kepadaku. Aku hanya menganggukkan kepala. Tentu aku mau.

“Sholat yang khusyu’ adalah bila kamu mengerjakan sholat persis seperti pedang sedang berada di lehermu!”

Aku menyadari memang saat pedang berada di leherku tadi tidak ada dunia dalam pikiranku, yang ada aku hanya meminta ampun atas segala dosa yang telah aku perbuat dan mengharapkan Allah menempatkanku pada tempat yang terpuji di sisi-Nya.

“Sekarang silahkan kamu berwudhu dan sholat!“ Ingatlah bagaimana sholat yang khusyu’ yakni seperti pedang siap menebas lehermu...

Akupun terbangun dari tidurku seraya berterima kasih kepada Sang Khaliq atas pelajaran yang telah kudapatkan di tengah mega-mega merona merah menuju kelam tersebut.

Semakin kusadari bahwa orang-orang yang memiliki derajat tertinggi di planet bumi ini bukanlah atas kekayaan dan kedudukannya. Tetapi berdasarkan kekhusyuan di dalam sholatnya. Semakin terpatri bait ilahi, "Wahai orang-orang yang beriman, jadikanlah sholat dan sabar sebagai penolong kamu." 

Sholat adalah ladang amal yang paling utama, sehingga di alam Masyhar kelak, perhitungan yang pertama dalam hisab tentang sholatnya. Untuk itu sebagai muslim sudah tentu akan berlomba-lomba mencapai kesuskesan dalam ibadah yang pilar utama dinullah itu adalah sholat.

 

 

Wassalam,

Learnotel, 11 Mei 2021 / 28 Ramadhan 1442H

LihatTutupKomentar
Cancel