Sajak dari Batas Negara
Hanya satu saja murid yang tersisa dari kelas ini, karena rekan-rekannya pindah ke sekolah Malaysia. Photo by Mering |
By : Wisnu Pamungkas
Kutemukan bocah di batas Negara
Dengan tancut rusak dan seragam pramuka
Ayahnya kuli batu di Sibu, sedangkan ibu sibuk ikut program PKK
Dia cuma sederet angka di Kantor Statistik Republik Indonesia
Kutemukan dia di batas Negara
Kelasnya kosong, kursi pun sisa satu saja
Muridnya 2 orang, dia bilang lebih dari 30 sudah eksodus ke Malaysia
“Mereka bilang, school di sini tidak menarik, yang tinggal cuma orang gila”.
Mata ibu guru honorer itu berkaca-kaca saat bercerita
Kutemukan Apai *) di batas Negara
Rumah panjangnya masih seperti 10 tahun silam, tanpa listrik juga
Di ruang tamu tergantung gambar Sultan Brunei ketika masih muda,
Photo ketua Mentri Sarawak juga ada di sana
“Apa kabar Pancasila anak muda, apakah dia sudah berkeluarga?”
Aku terjengkang dari dia punya beranda
Kutemukan seorang sarjana muda di Badau**)
Karena punya IC Malaysia dia bisa belajar di UTM
Kini terpaksa pulang ke tanah air karena diusir mertua
Tapi dia punya anak ogah sekolah di kota Kecamatan
"Istriku hanya mau memasak dengan gas Petronas sahaja," katanya
Kutemukan seorang wartawan naik Hilux illegal di sana
Dia memotret kantor camat reot dan para anggota Muspika
Besok dia mengirim email ke bosnya yang juga Ketua partai terkemuka
“Tahun berapa sebenarnya Indonesia Merdeka?”
Puring Kencana, 16 Pebruari 2012
*) Apai adalah ayah dalam bahasa Dayak Iban
**) Badau adalah nama sebuah Kecamatan di Kapuas Hulu yang berbatasan langsung dengan Lubuk Antu, Sarawak Malaysia