CU Keling Kumang, Simbol Kebangkitan Rakyat Miskin (4)
Problem Solving University
by A Alexander Mering
Ia “hinggap” dari rak buku ke rak buku. Meski tinggal di negeri liberal, tapi soal mem-fotocopy buku dia memang harus hati-hati.
“Aturannya cuma boleh 5 lembar saja sehari, lebih dari itu, dianggap ilegal,” ujarnya sambil membetulkan posisi kacamatanya.
Saya sengaja ‘menggiringnya’ ke masa lalu. Sebab lelaki inilah salah seorang yang paling ngotot Credit Union Keling Kumang (CUKK) didirikan di kampung itu. Namanya Munaldus, lulusan The Ohio State University, Colombus, Ohio, USA. Meski keberadaannya di negeri Paman Sam untuk belajar Matematika, tapi hampir ada kesempatan, ia berburu literatur mengenai CU. Entah sudah berapa perpustakaan ia jelajah demi memperdalam ilmu tentang gerakan CU. Pulang ke tanah air, ia bukan cuma dosen di Universitas Tanjungpura, tapi juga aktivis CU. Hari ini saya baru tahu kalau dia adalah Ketua CU Keling Kumang!
“Sampai sekarang bahan fotocopy itu masih saya simpan,” katanya.
“Ada yang sudah diterjemahkan?”
“Belum, tapi saya pernah menulis buku tentang CU. Sampulnya warna merah.”
Sayang saya belum sempat membaca buku itu. Tapi Masiun, adiknya pernah bilang bahwa ada dua orang yang paling ‘gila’ di CU Kalbar. Pertama Drs AR Mecer, kedua Munaldus ini!
“Di buku itu ada sejarah CU Keling Kumang. Kami menyebut tempat ini Sekolah Penggodokan Aktivis,” katanya lagi tampak bangga.
Saya tersenyum. Tiba-tiba saya teringat pertemuan kami pertama kali, sehari sebelumnya. Kami berjabat tangan di pelataran parkir gedung megah Kantor Pusat CU dan bicara tentang persiapan peresmian. Ia bicara sambil menusuk-nusuk giginya entah dengan apa hingga berdarah.
“Saya bermimpi tempat ini kelak akan menjadi Universitas CU. Universitas yang saya maksudkan, sangat berbeda dengan universitas ‘tradisional’ yang ada sekarang. Saya menyebutnya Problem Solving University. Universitas untuk memecahkan berbagai kehidupan nyata.”
Demikian pidatonya yang membuat tepuk tangan 4000 lebih hadirin yang menghadiri peresmian kantor pusat CU KK itu bergemuruh.
Perjuangan untuk bangkit dari kesulitan hidup sebagai bocah kampung telah menempa putra ke 3 Markus Nerang (Rurut) ini hingga menjadi seperti sekarang. Saat berpidato di podium dengan jas hitamnya, tak ada yang mengira ia pernah menjadi kuli memikul papan rengas di Mungguk Kemantan, menoreh pohon karet untuk menambah biaya sekolah. Di tangannya, CU KK yang kelahirannya diiringi Esangan, sekarang telah go internasional. Misalnya tahun 2005 lalu, CU KK dikunjungi Mr. Rick Weager dari Canadian Coorporative Association (ACC), Canada. “Terhitung sejak Juli 2007, CU KK telah menjadi supporting member Asian Confederation of Credit Union (ACCU).”
Banyak sekali produk andalan CU KK yang digagas Munaldus sehingga lebih progressive dan menjadi CU yang kreatif. Mulai dari Simpar (simpanan harian) Takan (Tabungan Pendidikan) yang pemilihan akronimnya sangat aksentuasi lokal hingga double loan.
“Jadi anggota CU KK bisa meminjam dua kali, dengan syarat dia mampu mengangsur pinjamannya.”
Ada juga kredit pasca-panen untuk penanaman karet PB 260 yang nilainya antara Rp 5 -10 juta selama 4-5 tahun.
Kini CU KK tengah bergerak dari Sekolah Penggodokan Aktivis (SPA), Credit Union Training Centre menjadi sebuah Problem Solving University. Sebuah lembaga milik wong cilik yang berakar pada kearifan lokal tanpa mengabaikan pengetahuan modern. (bersambung)
(Publish in Borneo Tribune 5 September 2007) □