Karaoke Nyaman di Hutan Sempadan
By: A. Alexander Mering
Anda mungkin baru mendengar ada karaoke nyaman di tengah hutan. Tapi bagi warga perbatasan Lubuk Antu, Sarawak-Malaysia dan Warga Badau Kapuas Hulu hal itu sudah jamak atau lumrah.
Hutan sempadan hanya berjarak sekitar 700 meter dari Lubuk Antu atau 1 km dari Badau. Ada sebuah persinggahan yang dikenal dengan nama Rumah Nyaman atau Karaoke Nyaman di sana.
Tembang lawas “Anggur merah” miliknya Meggi Z lebih mirip suara rombengan kaleng yang dipukul untuk mengusir anjing dari rumah ketika dinyanyikan seorang pria separo mabok dengan muka merah setelah menenggak bir.
Saya yang duduk di pojok berusaha menghindar ketika lelaki tersebut dalam bahasa bahasa Iban yang bercampur bahasa Inggris, berbasa basi menyodorkan sebotol bir dan minta ditemani minum. Menurut pelayan cewek yang sejak tadi menemaninya, lelaki itu sudah menegak tidak kurang dari 4 botol bir.
Julie, 19, demikian—pelayan itu mengenalkan diri—mengatakan lelaki itu adalah warga Malaysia yang memang setiap ujung minggu datang bertandang. Ia royal dengan membagi-bagi Ringgit untuk berkencan dan minum-minum sepuasnya sambil berkaraoke.
“Makanya ia sudah hafal betul puluhan lagu dangdut Indon,” ujar Julie sambil tersenyum menggoda. Indon adalah sebutan untuk Indonesia oleh orang Malaysia. Julie mengira saya salah seorang tauke Indon.
Selain menghambur-hamburkan uangnya, lelaki itu juga kerap mem-booking pelayan karaoke atau dalam istilah setempat disebut GRO untuk dibawa ke hotel-hotel di Malaysia sebagai pemuas syahwat.
Kata Julie, itulah cara termudah bagi pelayan karaoke seperti dirinya meraup Ringgit dari kantong lelaki Malaysia.
Meskipun saya pernah melewati kawasan tersebut saat mengikuti kunjungan Tim DPR-RI dari Jakarta ke Kecamatan Badau, 19 Juni 2001 lalu, namun baru kali ini bisa memantau lebih dekat kehidupan masyarakat dan para GRO di sempadan yang dilewati jalan-jalan tikus tempat keluar-masuknya warga kedua negara.
Ketika saya berbincang-bincang dengan beberapa warga di hotel Kelingkang, Lubuk Antu, malam sebelumnya dapat disimpulkan masyarakat Lubuk Antu sudah lama mengenal kawasan sempadan sebagai ‘surga’ para penyelundup melalui jalan tikus sekaligus merupakan kawasan tempat hiburan mesum. Lubuk Antu jadi tak seseram namanya. Ia menjadi tujuan utama para pengunjung baik dari Indonesia maupun Malaysia.
Untuk sampai ke Rumah Nyaman? Oya, kita hanya memerlukan waktu 45 menit saja dari Lubuk Antu dengan menggunakan mobil atau sepeda motor. Jalan yang agak terjal dan menuruni bukit membuat sopir lori (kendaraan untuk mengangkut sawit) yang memandu saya ke sana harus ekstra hati-hati. Apalagi jalannya sangat licin didera hujan lebat hingga kamera dan film yang dibawa pun turut basah dan rusak.
Oleh masyarakat setempat, Lubuk Antu dan sempadan juga dikenal sebagai ‘tiket’ masuk ke Indonesia. Demikian juga sebaliknya. Jadi jangan heran banyak mobil berplat Malaysia lalu-lalang di Kecamatan Badau dan sekitarnya. Kebanyakan mereka adalah tauke-tauke yang sedang berbisnis kayu dengan warga Indonesia. Bahkan sejak kunjungan saya 2001 lalu hingga sekarang masih berderet sawmil-sawmill kayu di sepanjang perbatasan.
Bila ditelusuri: cukongnya warga Malaysia sedangkan orang Indonesia hanya menjadi kaki tangan atau kulinya saja. Para cukong kayu itulah terkadang yang datang ke Rumah Nyaman di sempadan untuk melepas penat sambil indehoi bersama Guiset Relations Officer (GRO). Apalagi tempat pelacuran bekedok karaoke itu letaknya sangat strategis dan merupakan penghubung jalan tikus bagi mereka yang keluar masuk ke Jiran.
Menghadapi hal itu, pemerintah Malaysia sendiri telah menyerukan agar warganya, khususnya Lubuk Antu untuk tidak terlibat dengan kegiatan pelacuran di kawasan tersebut. Sebagaimana dikatakan pemangku Ketua Polis Daerah Lubuk Antu Chief Inpektor Bakar Sebau yang dirilis harian berbahasa melayu setempat, pihaknya akan melakukan pengawasan di lima jalur utama yang menuju ke Rumah Nyaman tersebut. Namun untuk bertindak terlalu jauh tentu ia tidak bisa karena kawasan tersebut sudah di luar wilayah kewenangannya.
Sementara itu Kapolda Kalbar, Brigjen Pol Drs Iwan Pandjiwinata melalui Kadispen Polda Kalbar, Kompol Suhadi SW mengatakan bahwa untuk kegiatan pelacuran di perbatasan adalah urusan Pemkab setempat. “Jika ingin kawasan tersebut betul-betul bersih tentu ditertibkan, Polri siap membantu jika dimintai bantuan,” ujar Suhadi.*
Catatan: Pernah diterbitkan di Harian Equator, Jawa Post Media Group, tahun 2002
Anda mungkin baru mendengar ada karaoke nyaman di tengah hutan. Tapi bagi warga perbatasan Lubuk Antu, Sarawak-Malaysia dan Warga Badau Kapuas Hulu hal itu sudah jamak atau lumrah.
Hutan sempadan hanya berjarak sekitar 700 meter dari Lubuk Antu atau 1 km dari Badau. Ada sebuah persinggahan yang dikenal dengan nama Rumah Nyaman atau Karaoke Nyaman di sana.
Tembang lawas “Anggur merah” miliknya Meggi Z lebih mirip suara rombengan kaleng yang dipukul untuk mengusir anjing dari rumah ketika dinyanyikan seorang pria separo mabok dengan muka merah setelah menenggak bir.
Saya yang duduk di pojok berusaha menghindar ketika lelaki tersebut dalam bahasa bahasa Iban yang bercampur bahasa Inggris, berbasa basi menyodorkan sebotol bir dan minta ditemani minum. Menurut pelayan cewek yang sejak tadi menemaninya, lelaki itu sudah menegak tidak kurang dari 4 botol bir.
Julie, 19, demikian—pelayan itu mengenalkan diri—mengatakan lelaki itu adalah warga Malaysia yang memang setiap ujung minggu datang bertandang. Ia royal dengan membagi-bagi Ringgit untuk berkencan dan minum-minum sepuasnya sambil berkaraoke.
“Makanya ia sudah hafal betul puluhan lagu dangdut Indon,” ujar Julie sambil tersenyum menggoda. Indon adalah sebutan untuk Indonesia oleh orang Malaysia. Julie mengira saya salah seorang tauke Indon.
Selain menghambur-hamburkan uangnya, lelaki itu juga kerap mem-booking pelayan karaoke atau dalam istilah setempat disebut GRO untuk dibawa ke hotel-hotel di Malaysia sebagai pemuas syahwat.
Kata Julie, itulah cara termudah bagi pelayan karaoke seperti dirinya meraup Ringgit dari kantong lelaki Malaysia.
Meskipun saya pernah melewati kawasan tersebut saat mengikuti kunjungan Tim DPR-RI dari Jakarta ke Kecamatan Badau, 19 Juni 2001 lalu, namun baru kali ini bisa memantau lebih dekat kehidupan masyarakat dan para GRO di sempadan yang dilewati jalan-jalan tikus tempat keluar-masuknya warga kedua negara.
Ketika saya berbincang-bincang dengan beberapa warga di hotel Kelingkang, Lubuk Antu, malam sebelumnya dapat disimpulkan masyarakat Lubuk Antu sudah lama mengenal kawasan sempadan sebagai ‘surga’ para penyelundup melalui jalan tikus sekaligus merupakan kawasan tempat hiburan mesum. Lubuk Antu jadi tak seseram namanya. Ia menjadi tujuan utama para pengunjung baik dari Indonesia maupun Malaysia.
Untuk sampai ke Rumah Nyaman? Oya, kita hanya memerlukan waktu 45 menit saja dari Lubuk Antu dengan menggunakan mobil atau sepeda motor. Jalan yang agak terjal dan menuruni bukit membuat sopir lori (kendaraan untuk mengangkut sawit) yang memandu saya ke sana harus ekstra hati-hati. Apalagi jalannya sangat licin didera hujan lebat hingga kamera dan film yang dibawa pun turut basah dan rusak.
Oleh masyarakat setempat, Lubuk Antu dan sempadan juga dikenal sebagai ‘tiket’ masuk ke Indonesia. Demikian juga sebaliknya. Jadi jangan heran banyak mobil berplat Malaysia lalu-lalang di Kecamatan Badau dan sekitarnya. Kebanyakan mereka adalah tauke-tauke yang sedang berbisnis kayu dengan warga Indonesia. Bahkan sejak kunjungan saya 2001 lalu hingga sekarang masih berderet sawmil-sawmill kayu di sepanjang perbatasan.
Bila ditelusuri: cukongnya warga Malaysia sedangkan orang Indonesia hanya menjadi kaki tangan atau kulinya saja. Para cukong kayu itulah terkadang yang datang ke Rumah Nyaman di sempadan untuk melepas penat sambil indehoi bersama Guiset Relations Officer (GRO). Apalagi tempat pelacuran bekedok karaoke itu letaknya sangat strategis dan merupakan penghubung jalan tikus bagi mereka yang keluar masuk ke Jiran.
Menghadapi hal itu, pemerintah Malaysia sendiri telah menyerukan agar warganya, khususnya Lubuk Antu untuk tidak terlibat dengan kegiatan pelacuran di kawasan tersebut. Sebagaimana dikatakan pemangku Ketua Polis Daerah Lubuk Antu Chief Inpektor Bakar Sebau yang dirilis harian berbahasa melayu setempat, pihaknya akan melakukan pengawasan di lima jalur utama yang menuju ke Rumah Nyaman tersebut. Namun untuk bertindak terlalu jauh tentu ia tidak bisa karena kawasan tersebut sudah di luar wilayah kewenangannya.
Sementara itu Kapolda Kalbar, Brigjen Pol Drs Iwan Pandjiwinata melalui Kadispen Polda Kalbar, Kompol Suhadi SW mengatakan bahwa untuk kegiatan pelacuran di perbatasan adalah urusan Pemkab setempat. “Jika ingin kawasan tersebut betul-betul bersih tentu ditertibkan, Polri siap membantu jika dimintai bantuan,” ujar Suhadi.*
Catatan: Pernah diterbitkan di Harian Equator, Jawa Post Media Group, tahun 2002